Cerita di balik
sahur puasa 9 Dulhijah 1435 H. Dari malam tanggal 8 Dulhijah aku emang berniat
untuk puasa, ya karena memang sejak aku kecil, aku udah diajarin orangtuaku
untuk berpuasa pas tanggal 9 Dulhijah, sebenarnya bukan puasa wajib, tapi
karena udah tertanam lama di hatiku (ceileee, emang cinta? iyalah cinta, cinta
sama Allah).
Nah, dari malem
sebelum tidur, aku set alarm pukul 03:30. Aku kan gak tahu di Yogyakarta subuh
jam berapa (kelihatan banget salat subuh nggak pernah tepat waktu). Pukul 03:30
alarm itu berbunyi sangat nyaring, huft, pikirku dalam
hati. aku terbangun dan mematikan alarm itu, ya aku matikan, jangan kaget ya,
itu emang kebiasaanku, mengeset alarm sendiri dan mematikannya pula sendiri,
Emang terlihat biasa aja sih, tapi ada yang menakjubkan dari kebiasaanku itu,
hahaha, aku akan mengeset ulang beberapa menit lagi, lalu aku set dengan
kombinasi digit yang baru, duh aku keren banget, aku pun kembali tidur. Zzzt. Alarm pun kembali
berbunyi, sesuai dengan kombinasi digit yang baru. Lagi-lagi aku melakukan hal
menakjubkan tersebut, kembali mengeset ulang alarmnya, kali ini hanya 5 menit
setelahnya. Sungguh luar biasa. Pengalamanku di dunia set-mengeset alarm memang
sudah cukup lama, terhitung sejak aku punya ponsel sendiri. Zzzt. Tidur selama
5 menit dalam keadaan seperti itu memang sungguh menyenangkan dan juga
merisaukan. menyenangkan karena masih bisa tidur 5 menit, merisaukan karena
waktu yang ditentukan untuk bangun akan segera datang. Tibalah waktunya alarm
berbunyi untuk kali kedua. Pukul 04:50. Untuk suara nyaring yang ini, aku pun
bangun dengan panik. menyadari bahwa ibuk tidak memasak di dapur (anak yang
licik saudara-saudara, jangan ditiru dan dipraktikkan di rumah ya), dengan
enggan aku beranjak dari tempat tidurku yang nyaman. aku keluar dan mendapati
ibuk masih terlelap (dalam adegan sinetron, si anak pasti tidak akan
membangunkan ibuknya, tapi ini bukan sinetron, jadi aku bangunkan saja
ibukku.
Buk, saor ora
[buk, sahur nggak]. begitu pertanyaanku dengan polos. Ibuk kaget dan bergegas
untuk bangun.
Doski kemudian
bertanya, Jam piro iki [jam berapa ini]. jam 4 kurang sepuluh.
Aku dan ibuk
panik, karena mendengar suara orang mengaji, kalau di tempatku suara orang
mengaji pada jam segitu pertanda bahwa subuh akan segera datang. Bapak
menanggapi dengan santai, subuh jam 4:10. Namun doski tidak beranjak dari
tempat tidurnya, mungkin sudah pasrah dengan keadaan yang terjadi. Aku dan ibuk
memutuskan untuk minum air putih saja. Glek glek glek. Namun dengan cekatan,
aku putuskan membuka smartphone dan mengecak jadwal subuh, ternyata 04:08 twips,
yihaaa. Ibuk tidak patah semangat, doski menggoreng telur dengan cepat. Aku pun
mengikutinya, menggoreng telur. makan dengan cepat, berkejaran dengan waktu
yang semakin mendekati subuh. hosh hosh hosh.
Akhirnya drama makan
sahur itu berakhir dengan bahagia, aku dan ibuk lolos sebagai finalis makan
sahur, dan siap untuk memulai puasa 9 Dulhijah. alhamdulillah kita tidak
didiskualifikasi karena 2 menit setelah kami selesai makan, azan subuh pun
berkumandang dengan nyaring. Selamat, selamat, akhir yang bahagia.
0 comments:
Post a Comment