Social Profiles

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInEmail

Info

Lorem ipsum no has veniam elaboraret constituam, ne nibh posidonium vel.
Powered by Blogger.

Blogger templates

RSS

Pages

Bikin Sendiri Kulit Pastry

Assalamualaikum….
Hai-hai, kali ini aku mau coba berbagi resep bikin kulit pastry. Udah pada tahu kan? Itu lho yang sering ada di bakery-bakery, biasanya dikasih topping berbagai macam jenis. Ada yang manis ada yang asin.
Sebenernya nih, udah dari dulu aku pengin bikin si kulit pastry ini sendiri. Namun, karena berbagai hal (halah sok-sokan, sok sibuk, padahal mah enggak) baru bisa direalisasikan sekarang. Aku beberapa kali pernah sih lihat kulit pastry ini di toko bahan kue atau di supermarket besar. Aku tergoda untuk membelinya, tapi aku selalu ingat dengan harganya, hahaha. Lumayan sih harganya, rata-rata, aku lihat di salah satu toko bahan kue di Jalan dr Sutomo Jogja sekitar 31.500 (aku udah tanya mbak penjaganya). Lagi-lagi, harga segitu menurutku cukupan sih, tapi isinya cuma lima lembar gitu. Mending buat sendiri aja. Nah, setelah itu hasrtku untuk membuat kulit pastry sendiri sangat menggebu-gebu. Dimulai dari cari resep sana-sini, lihat Youtube. Banyak banget ternyata udah dishare resepnya. Oke, aku catat bahan-bahannya, sebenarnya bahannya gampang dicari. Ini aku pakai resep yang dari Youtube, channel-nya Cemal Cemil yang dipandu Ibu Ucu Sawitri.

Resep Pastry
250 gr korsvet (ini kayak mentega gitu teksturnya, bisa dibeli di toko bahan kue)
500 gr tepung terigu (aku pakai segitiga biru)
1 sdt garam
1 sdt garam
250 ml air es (ini air esnya aku kasih es batu dulu sebelum ditakar)

Cara membuatnya gampang banget kok, tapi harus ekstra sabar :D
Campur semua bahan kering, setelah itu masukkan sedikit demi sedikit air es. Ini sampai kalis ya, benar-benar kalis kalau aku. Sisihkan sebentar
Gilas korsvet sampai sekitar 1 cm. Oh iya, mending korsvetnya simpan di suhu ruang dulu, soalnya pas aku buat itu, korsvetnya kan aku simpan di frezer. Lha, jadi keras kayak es gitu, musti nunggu agak lembek biar bisa digilas, hiks hiks (ini karena aku gak sabar, sampai tak pukul-pukul pakai botol, hahhaha).
Adonan udah kalis, korsvet juga udah pipih……
Adonannya kemudian digilas juga sampai pipih ya, paling sekitar 1 cm, oiya jangan lupa pas mau gilas, taburi tepung terigu di papan gilasnya, biar nggak lengket. Setelah digilas, taruh gilasan korsvet ke atas adonan pipih, dan dilipat kayak amplop gitu sampai nutupin korsvetnya. Setelah ini aku tunggu beberapa menit, diemin aja, nggak usah disapa.
Sudah itu, gilas lagi sampai pipih, lalu lipat adonan menjadi 4 bagian, diemin lagi, aku sekitar 5 sampai 10 menit. Udah gitu terus sampai beberapa kali, dan jangan lupa selalu istirahatkan setelah dilipat-lipat.
Adegan terakhir pipihkan sekitar setengah senti, bisa langsung digunakan. Karena aku buatnya kecil2 jadi banyak kan, aku simpan di frezer deh, kalau sewaktu-waktu pengin buat apa gitu, tinggal olah.

Alhamdulillah, kulit pastry bikinanku jadi, ada kayak lapis-lapisnya gitu.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Museum



Hai, hari ini tanggal 18 Mei ada yang tahu hari apa? Hari Senin pastinya ya. Udah ah. Hari ini itu hari musem sedunia ternyata, wahaaaa. Info aku dapet dari Prambors, makasih Prambors. Dan topik pagi ini lagi bahas kapan terakhir ke museum. Jadi kepikiran, kapan aku terakhir ke museum.

Kalau nggak salah sih, setahun lalu. Waktu itu ke Ullen Sentalu di daerah Kaliurang. Jadi mikir juga, udah berapa sih museum yang pernah aku kunjungi. Jadi bikin daftar aja deh.

1.     Museum Sonobudoyo
2.    Museum Benteng Vedeburg
3.    Museum Dirgantara
4.    Museum Monumen Jogja Kembali
5.    Museum Biologi
6.    Museum Anak Kolong Tangga
7.    Museum Monas 

Ya ampun dikit banget ya ternyata. Ngapain aja aku selama ini, huft. Museum yang di Jogja aja masih banyak yang belum disambangi. Kapan khatamnya kalau gini.

Ke museum ah *nyangking anduk.
Yuk siapa yang mau ajak ke museum

SELAMAT HARI MUSEUM
#ayokemuseum

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Silsilah Kucing



Kucing, hewan yang sangat familier terdengar di telinga kita. Kucing, hewan yang terkadang menjadi penunggu rumah. Kucing, hewan peliharaan (ya keleus). 
 
Sabrina
Di sini aku mau cerita soal asal usul aku mulai memelihara kucing. Di mulai dari Sabrina, kucing pertamaku. Sabi, biasa dipanggilnya adalah anak dari Barbara. Barbara ini adalah kucing di rumah simbahku. Aku membawa Sabi ke rumah waktu dia masih berumur beberapa bulan, aku lupa tepatnya kapan. Aku memeliharanya sampai ia dewasa, sampai ia bisa melahirkan anak kucing. 

Sabrina dibuang
Namun, karena dia melahirkan cukup banyak anak kucing, aku cukup kewalahan waktu itu. Akhirnya setelah rapat dengan Bapak dan Ibuk, diputuskan untuk membuangnya L, walaupun sebenarnya hatiku tidak cukup rela untuk membuangnya. Dalam kabar kepahitan itu, tersimpan sedikit kabar kebahagiaan, aku boleh memelihara anak dari Sabrina. Setelah melalui pemikiran yang panjang, aku putuskan menyisakan satu anak Sabrina dari empat anaknya untuk aku asuh. Aku memilih yang berjenis kelamin laki-laki (ini didasarkan pada pengalaman bahwa kalau ngasuh kucing perempuan, dikhawatirkan akan banyak anak lagi). 

Christoper & Alberto
Dua nama di atas adalah dua nama dari anak Sabrina, yang semuanya laki-laki. Mereka tumbuh dengan baik dan lincah, walaupun tanpa kasih sayang dari ibu kandungnya (aku bersyukur sekali untuk hal ini). Beberapa bulan kemudian, ada salah seorang tetanggaku yang ingin mengadopsi salah satu dari kucing itu, doski akhirnya memilih Alberto. Walaupun sedih, aku harus tetap merelakan Al—panggilannya, untuk hidup bersama dengan tetanggaku. Aku yakin dia bisa hidup lebih baik, karena aku sudah melakukan riset sebelum menyetujui keputusan pengadopsian itu. Namun, beberapa tahun kemudian, aku mendapat kabar bahwa Alberto lari dari rumah. Aku yakin, ini bukan kesalahan tetanggaku. Mungkin Alberto ingin mengembara saja, menikmati indahnya Indonesia di luar sana. Fyi, sampai saat ini aku nggak pernah tahu di mana ia tinggal.

Sepeninggal Al, Chris hidup  sendiri di rumahku, aku semakin menyayanginya. Bertahun-tahun berlalu, doski tetap setia tinggal di rumahku. 

Michael
Mike, biasa aku memanggilnya. Bisa dibilang anak angkatan kedua dari Sabrina. Beda bapak mungkin sama Al dan Chris, tapi seibu. Aku nggak cukup punya cerita dengan dia karena dia meninggal saat masih kecil. Aku tak tahu penyebabnya meninggal.

Nah, kemudian datang Mido, kucing persia yang dikasih kakakku.

Mido
Mido ini adalah kucing persia yang sangat lucu, walaupun aku tidak mengasuhnya sejak kecil, kasih sayangku tidak berbeda dengan Chris. Nah, sebagai pemelihara kucing persia yang masih newbie saat itu, aku tidak tahu kalau ternyata kucing beda ras itu sangat tidak akur. Mungkin karena ketemunya udah sama-sama dewasa ya, mungkin kalau sejak kecil diasuh bareng, akan beda hasil dan pemahamannya. Oke, akhirnya pertengkaran pun terjadi. Mido yang saat datang masih menjadi kucing yang penurut dan lembut berubah drastis ketika melihat Chris juga ada di rumah itu. Mido menjadi pribadi yang sangat sangat sangat galak sesiangan itu. Aku sempat menjadi korban keganasan dan kebiadaban Mido. Tangan dan kakiku penuh luka baret hasil cakarannya. Sungguh sangat menegangkan dan mendebarkan saat itu. Mido menjadi pribadi yang tidak akur dengan makhluk hidup lain. Setelah melalui pergumulan yang cukup lama, hampir semalaman waktu itu, Mido masih memelotot dan masih mengintai siapa pun yang mendekatinya. Dan, paginya, Mido berhasil dikendalikan, walaupun masih tampak sisa-sisa keganasan di matanya. Mido menurut saat dimasukkan ke kandangnya, akhirnya Mido dipindahkan ke rumah simbahku (saat itu Barbara sudah menghilang entah ke mana, mungkin kabur dengan cowok lain, aku nggak tahu). 

Oke masalah selesai, Mido akhirnya hidup dengan bahagia bersamaku. Namun, setelah kami melewati hari-hari bersama dengan penuh sukacita, kakakku tiba-tiba datang (nggak tiba-tiba juga ding, sms dulu) dan mengabarkan bahwa akan mengawinkan Mido dengan kucing temannya yang sama-sama persia. Aku mengiyakan dan menyetujui penawarannya tersebut karena melihat prospek yang menjanjikan ke depannya. Namun, takdir berkata lain, setelah Mido berbulan-bulan tinggal di rumah teman kakakku, akhirnya dia dikembalikan. Iya, dikembalikan, dalam keadaan sakit. OMG, apa lagi ini. Mido tampak sangat kurus dan tak terawat L. Beberapa hari di rumah, aku akhirnya membawanya ke klinik untuk diperiksa.
Aku tak pernah menyangka, itulah perjumpaan terakhirku dengan Mido. Mido akhirnya meninggal di klinik saat akan diberi infus oleh paramedis di sana. Aku mendapat kabar bahwa dia terserang virus yang telah menjalar ke darahnya. Aku yakin bahwa virus ini berasal dari kucing teman kakakku. Malam itu, tepat tanggal 28 September 2011 aku kehilangan Mido untuk selama-lamanya. Aku menangis sejadi-jadinya. Menyesal? Pasti, tapi aku harus tetap melanjutkan hidupku.

Tersisa tinggal Chris, masih setia bersamaku, tahun ini usianya genap 6 tahun. Doakan ya, biar dia terus bersamaku :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nyari Kerja Itu Susah Versi Aku



Sulitnya mencari kerja. Di mana sih tempat nyari kerja yang gampang? Kayaknya nggak ada deh kalau zaman sekarang ini. Susahnya nyari kerja hampir dirasakan setiap insan dunia ini, kecuali mereka yang emang nggak niat nyari kerja. Oke.

Aku juga susah banget nyari kerja. Setelah kontrak habis yang hampir setahun lalu, aku tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang aku impikan. Memang sih, beberapa panggilan kerja telah aku lalui, tapi selalu gagal di sesi wawancara. Hahahaha. Mungkin memang benar kata aku (dalam hati) mungkin ada omonganku yang salah setiap sesi wawancara kerja. Atau, kadang aku berpikir, kalau aku berbicara, sering agak ngawur dan cenderung aneh. Mending aku diem aja, daripada setelah bicara, orang-orang pada drop mendengar omonganku yang mungkin sebagian besar nggak penting.

Itu terbukti dari beberapa sesi wawancara yang aku lalui, biasanya kan kalau orang ngelamar kerja tu, pertama-tama pasti yang dilihat surat lamaran dan pendukungnya, lalu mungkin psikotest, terus ada yang tes bidang. Nah, di tes-tes tersebut, alhamdulillah hampir semuanya lolos. Bisa kita tarik kesimpulan, dalam tes-tes tersebut tidak disertakan komunikasi dengan pengetesnya. Lolos. Nah, setelah itu pasti ada tahap wawancara, jegleg. Karena tahap wawancara pasti ada interaksi dengan pelamar, khususnya aku. Sampai saat ini belum pernah lolos. Itu pikiranku aja sih.
Data:
Aku menarik kesimpulan ini setelah aku mengumpulkan data dari perjalanan hidup yang aku lalui saat ini. Kerja pertamaku, tahun 2012, di sebuah penerbit, aku bisa ketrima di sana kenapa? Mungkin karena yang memberikan tes adalah temanku sendiri, teman baikku lebih tepatnya (ini termasuk kkn, nggak ya). Tak lama setelah itu aku keluar dengan beberapa alasan. Aku menganggur sekitar 1 bulan (udah ada orderan, alhamdulillah (freelance). Dalam kurun waktu sebulan itu, aku terlihat sangat menggebu-gebu untuk mencari kerja, walaupun aku sering menutupinya. Hasilnya? Nihil, tidak ada panggilan kerja dari perusahaan manapun.
Setelah sebulan, aku mendapat tawaran di sebuah penerbit juga, kalau ini berkat koneksi dan berkat workshop yang aku ikuti (kkn nggak ya). Ini ada kali pertama aku mengikuti sesi wawancara bersama HRD sungguhan. Aku tidak ditanya macam-macam (makanya lolos). Sepertinya aku sudah direkomendasikan oleh beberapa orang di sana karena prestasiku saat mengikuti workshop itu. Akhirnya diterima.
Tuh, kan. Bikin makin yakin. Yakin apa? Yakin kalau mungkin yang menghambat terterimanya kerja aku adalah karena omonganku. Aku udah belajar dari kesalahan juga, tapi mungkin memang belum rezekiku. Dan pastinya, Allah punya jalan lain untukku, yang sampai saat ini aku belum tahu. Hehehehe. Alhamdulillah.


PS: Aku kadang ingin menemu HRD seperti di atas, hahahaha. Gampang banget soalnya. Tapi di kehidupan nyata ini, sulit kutemui hal seperti itu.

Sekarang? kadang ada orderan (freelance), masih nyari kerja lagi, doain ya biar segera dapet kerja lagi. Biar bisa beli suzuki swift.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Satai




Kamis kemarin kami mendapatkan mandat untuk keliling Jogja, delivery order tasyakuran. Tasyakuran cucu pamanku. Aku, Kakak, dan Gibran. Keliling Jogja mulai dari yang terdekat dengan kampung kami. Saat cuaca menyengat, sekitar pukul setengah 1 kami berangkat. Perjalanan awal Gibran masih semangat duduk di muka, samping Pak Kusir a.k.a. ayahnya :D. Sampai di daerah Kronggahan, doski mulai mengantuk dan akhirnya bisa tertidur pulas. Zzzt zzzt zzzt. 

Doski bangun saat rombongan kami sampai di sekitaran kampus UII, tepatnya di Fakultas Ekonomi. Saya berpikir bahwa doski kelaparan, karena pada waktu berangkat doski belum makan siang, bangun sekitar pukul 2 siang. Bisa ditebak juga, doski seperti tidak bergairah gitu, tandanya lapar :D. Doski aku kasih roti tawar kismis dari sariroti yang enak itu, udah abis selembar. Sepakat untuk mencari makan yang cepat dan enak serta cocok untuk doski. Dipilihlah satai. Oke, selesei. Celingak-celinguk sepanjang perjalanan, nyari tukang satai. Di daerah Seturan, tetep nyari satai, tetep nggak ada. Pada ke mana sih ini tukang satai?
 
Perjalanan ke Prambanan, tetep nyari satai, di deket Kalasan ada warung satai, tapi kayaknya belum siap jual karena tukang satainya masih mempersiapkan dagangan, oke, nggak jadi lagi. Akhirnya sampai di Prambanan, doski disarankan makan bekalnya karena tak kunjung menjumpai pedagang satai, tapi nggak mau, milih makan kerupuk. Dari Prambanan beralih ke Janti, perjalanan pulang pun tak kunjung menjumpai warung satai. Selesai. Dari perjalanan Janti menuju Moyudan, akhirnya di daerah Sokowaten ada penjual satai, lagi kipas-kipas arang. Asyik. Eh, tunggu, turun, tanya pedagang, belum siap katanya. Oke, sedih deh, satai oh satai....

Nah, di Timoho akhirnya mendapatkan satai yang siap jual. Asyik, beli Rp15.000,00 dengan lontong dua. Akhirnya Gibran bisa makan satai setelah penantian yang panjang. Makan lahap.

Kenapa satai sulit ditemui di siang hari? Karena, karena... mbuh ah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

21 Februari 2015, Tulungagung, Tania, dan Malioboro Ekspress


Salah satu kabupaten di Jawa Timur yang begitu familier bagiku sejak beberapa tahun yang lalu, tepatnya 7 tahun yang lalu. Kenapa? Karena, aku punya salah seorang kawan yang berasal dari sana. Orang memanggilnya Asty karena namanya memang Tiasty. Lain dengan aku, aku memanggilnya Tania. Kenapa? Akan aku jawab, mungkin di ceritaku yang lain :p. Maaf kecewa.

Setelah 7 tahun berteman, aku begitu familier dengan kabupaten itu karena Tania. Iya, karena Tania. Hmmm. Namun, baru datang kesempatanku untuk mengunjungi kota itu kemarin, tepatnya pada 21 Februari 2015. Aku ke sana dalam rangka menghadiri acara akbar walimahan Tania dan Babang. Oke.

Berangkatnya.

Aku berangkat dari Stasiun Tugu pukul 08.10 bersama Titis. Kami diantar oleh benda bernama Malioboro Ekspress, kereta. Aku baru kali pertama naik kereta ini. Menurutku keretanya cukup nyaman untukku—aku sangat suka kereta. Kereta ini terdiri atas beberapa gerbong yang terbagi menjadi dua kelas. Kelas eksekutif dan kelas ekonomi. Kami memesan tiket untuk kelas ekonomi, harganya Rp125.000. Tempat duduknya empuk, tapi 90 derajat, agak pegel memang—namanya juga ekonomi. AC-nya nggak begitu kerasa, tapi tetep nyaman karena nggak sumpek dan bau. Sampai Tulungagung pukul 13.10 menit. Turun, kemudian sembahyang Dhuhur dulu. Stasiun Tulungagung tidak begitu besar, tempatnya bersih, dan di seberang relnya ada tulisan TULUNGAGUNG cukup gede—semacam tulisan kayak di Pantai Losari. Aku bilang pada Titis, “Tis, nko bengi foto nang kono yo.”

Keluar stasiun, di seberang stasiun ada hotel agak besar, lupa namanya. Kami dijemput naik motor oleh kerabat Tania. Aku mengamati jalanan Tulungagung. Mirip juga dengan Jogja, walaupun nggak seramai Jogja. Akhirnya, sampai rumah Tania sekitar 15 menit. Masih banyak tamu yang hadir, kami haha-hihi, duduk-duduk, makan, haha-hihi, makan, istirahat. Haha-hihi dilanjutkan, hampir pukul 20.00, kami ngantuk, tidur, bangun pukul 21.30. Siap-siap pulang. Kami diantar langsung oleh Pak Ngatwandi, Ibuk Muntiarin, dan Dik Titin—ayah, ibu, dan adik Tania. Sungguh kehormatan yang begitu besar malam itu.Tak lupa kami membawa bingkisan dari Tania, angsul-angsul kalau kata orang Tulungagung.

Pulang

Sampai stasiun. Kami naik Malioboro Ekspress lagi, keberangkatan dari Tulungagung pukul 22.41, kereta datang tepat waktu, sukses. Ada satu hal yang aku lupakan malam itu, aku gagal foto di tulisan TULUNGAGUNG itu, hiks, sedihnya. Kereta berangkat dengan tenang. Kami terlelap tidur. Kedinginan, fyi, AC kereta kalau malam hari kerasa banget ademnya. Tapi tetep bisa tidur. Eh, ujug-ujug udah ada pemberitahuan kalau sampai di Stasiun Tugu. Turun, nunggu Subuh, sembahyang, pulang ke rumah masing-masing. Adem.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS